Sunday, January 13, 2013

Setelah Kenal Maka Tak Sayang...

Terhibur saya dengan kata-kata bijaknya ini... seperti yang ditulis juga di kitab Amsal.

Menyusuri shopping street di Oostende... ngopi bareng dan makan wafel yang enak itu... dan jalan-jalan ke hutan kota deket stasion Oostende. Saya baru kenal dengan sesorang sebut saja namanya Teh Rima, sewaktu ada acara di rumah Budi, lalu acara arisan di rumah Siti. Saya menangis tersedu-sedu saat mendengar dia bercerita pergumulan hidupnya, ketika membesarkan ketiga anak-anaknya. Dan yang sangat mengagetkan saya, karena semuanya anak-anaknya mental disorder. Ya ampun, pasti sangat teramat berat, karena saya punya satu anak hiperaktif yang bikin saya stress dan kewalahan, tetapi setelah mendengar kesaksian Teh Rima saya merasa dikuatkan, ternyata dia begitu "tahan banting" masa saya sudah menyerah. Ya Tuhan, jamah keluarganya selalu ya, Amin...

Tadinya saya sangat ingin tali pertemanan saya dengan Teh Rima itu tetap indah dan tidak terganggu dengan masalah lain yang tidak seharusnya masuk ke dalam arti pertemanan itu sendiri... Biarlah Tuhan Jesus saja yang menjaganya, supaya tetap murni benar-benar berteman. Semoga saya tetep mau menerima teguran juga kalo dia menegur saya. Sekali lagi saya aminkan!

Itu dulu sebelom saya menawarkan diri setelah dengar dia mau dioperasi dan saya diajak ke rumahnya karena dia bercerita tentang keadaan dapurnya yang katanya untuk menyalakan kompor gasnya sungguh tidak aman... Bisa dibayangkan dengan kondisi tiga anak yang disorder, Teh Rima harus melakukan semua kerjaan rumahnya sendiri, ditambah suaminya yang sering dinas ke luar Belgia, rasa iba saya muncul dan ingin sekali membantunya supaya Teh Rima bisa memiliki dapur yang nyaman dan aman. Itu pikiran saya kenapa saya menyodorkan diri mau menolongnya. Dan saya sungguh bodoh dan bego. Tapi sudahlah, terlanjur salah, karena saya terlalu menomorsatukan rasa sosial saya. Padahal saya sama sekali tidak pernah menganggap ini adalah bisnis. Lain saya dan lain Teh Rima, dia menganggap bisnis dan menganggap saya seorang kuli bangunan yang miskin. Sampe-sampe saat suami ke sana untuk merampungkan proyek dapurnya suami saya dicuekin, tidak dikasih makan dan harus keluar beli makanan sendiri, padahal suami saya (kadang saya ikut) pergi pagi-pagi dari rumah dan pulang selalu hampir larut malam, kadang sampe midnight (karena naek kereta api). Keterlaluan.. saya aja kalo ada orang kerja di rumah biar cuma sebentar, saya sediakan kopi dan makanan kecil, kalo perlu makanan berat juga saya sediakan... !

Dua minggu terakhir saat mau beres, saya nggak bisa ikut karena anak-anak harus sekolah, sebab mereka udah banyak bolos karena ikut ke rumah Teh Rima. Maklum karena di rumah nggak ada sapa-sapa. Dan saat dengar cerita ini, Budi teman dekat saya marah-marah karena saya mau aja diperlakukan seperti kuli bangunan. Dan Icha saudara saya terkaget-kaget mendengarkannya. 


Dinding ke arah teras belakang ada ruangan setengah meter, dibobol untuk memperluas dapur. Dan lumayan dapur jadi lumayan lega karena nambah setengah meter. Kerjaannya lumayan rumit karena dalam dinding pembatas itu ada jaringan instalasi air bersih dan listrik yang sudah tua.

Dinding kayunya yang diganti pakai keramik sesuai usulan saya motifnya
Kitchen in progress, dingin baru  sudah pakai keramik, bikin 2 Kitchen Island 
dan pemanas pindah ke dinding baru, di bawah meja. Membuat Dapur lebih luas. 
Saya nggak sangka, proyek dapur yang sangat simpel menjadi sangat rumit. Saya bilang simpel karena saya dan suami saya pernah membangun dapur baru hanya satu hari di Brussel rumahnya Ika (karena respek dan materialnya lengkap). Menurut saya, dia terlalu mendengarkan pendapat teman-temannya, dan itu membuat dia stress dan panik, langsung belanja material tanpa dikonsultasikan dengan saya, apa yang dibutuhkan untuk proyek ini. Dan dia semakin memojokan saya dengan sikapnya, karena saya bisa rasain sikap sinisnya. Tapi paling utama, dia lupa kalo udah deal ama saya tentang pekerjaan apa saja yang mau kita kerjakan, yaitu membuat kitchen cabinet. Seharusnya dia tau etikanya, bukannya marah-marah. Karena ini bukan di Indonesia, yang bisa seenaknya menganggap orang kerja kayak kuli buruh. Di luar dugaan, tiba-tiba saja banyak kerjaan surprise yang tidak sesuai rencana. Harus pasang keramik lantai dapur, pasang plafond dan itu semua kan pekerjaan yang bayarannya juga beda. Coba cek sendiri untuk masang dapur berapa harganya yang harus dibayar? Saya yakin minimal 2000€ dan ini ditambah pemasangan lantai dan plafond segala. tapi suami saya nggak mau ngerjain plafond, dia hanya ngerjain lantai, dan itupun besoknya setelah kramik lantai terpasang, eh dia bongkar, padahal saya ikut bantu masang keramik, sampe jam 10 malam :(  ckckckck bener-bener gak ada respek sama sekali.. kalo tau dibongkar ngapain juga pulang sampe rumah jam 12 malem???

Dan suasana itu bikin kacau dan stress tambah tinggi, sampai akhirnya suaminya datang dari Indonesia. Dan saat suaminya datang, tidak ada satupun teman-temannya datang untuk membantu pekerjaan dapurnya. Tapi sedikit lega karena pekerjaan dapurnya balik ke rencana awal. Jujur saya sungguh stress dan ketakutan, tapi akhirnya beres, karena suami saya mau beresin sampe tuntas. Dan selama ada suaminya sikap Teh Rima sungguh berbeda, sangat ramah. Saya senang karena ada komunikasi antara suami saya dan dia. Jadi apa yang dia inginkan untuk design dapurnya bisa dipenuhi. Pas tanggal 23 Desember, suami saya disuruh dateng lagi besoknya untuk finishingnya, tapi suami saya menolak karena 24 Desember dia juga mau sama keluarga untuk bermalam natal. 

Pada akhirnya, peribahasa "alah bisa karena biasa" itu memang tepat, karena saya bisa melihat secara gamblang seperti apa dan siapa Teh Rima itu sesungguhnya. Dia memperlakukan dan menganggap saya kuli murahan! Gak disangka, padahal ini di Eropa yang sangat menghargai jasa orang kerja. Dan saya seperti baru ditampar, baru tau, baru menyadari, dan merasakan seperti apa rasanya diperlakukan seperti seorang kuli miskin ckckckck... Sungguh hancur dan menyedihkan!! Ampuni saya Tuhan, karena saya sudah membiarkan suami saya diperlakukan dalam keadaan seperti dalam neraka oleh Teh Rima. 

Sungguh mengecewakan, ternyata duit bisa memperlihatkan siapa seseorang itu sesungguhnya. Teh Rima yang saya anggap arif dan bijaksana itu tidak mau membalas telepon, sms atau pm saya. Bukan karena soal menagih sisa pembayaran saja (uang transportasi), tapi soal silahturahmi yang malah jadi putus. Kalo memang itu yang dia pilih ya nggak apa-apa, sungguh berbeda dengan semua ucapannya... Sama kata ilmu fisika yaitu berbanding terbalik.. Tuhan saja yang balas ^^

No comments: