Tuesday, September 4, 2012

Sebuah Ketulusan

Semua orang pasti punya rasa pamrih? Itu suatu yang manusiawi sekali bukan? Dan kita bisa merasakan jika seseorang itu pamrih atau tulus bukan?? Tapi saya bukan termasuk orang yang pamrih, seperti menolong teman karena saya mengharapkan sesuatu. Dan kaget sewaktu menerima teguran lewat surat dari seorang teman, yang ternyata menyesalkan telah memberi sesuatu kepada saya sebagai ganti uang bensin dan waktu selama seharian memperbaiki jaringan listrik di rumahnya. Dan dia membandingkan kalo Si Ujang teman anaknya ngebantu urusan lilstrik tapi nggak dibayar atau Asep yang kerja untuk kantor suaminya bidang listrik, dibayarnya juga murah. Ironisnya, dia ngeluh saklar listrik kamar anaknya udah 3x dibetulin tapi tetap aja lepas dari bingkainya. Dan Rony udah bikin rapi jadi nggak berbahaya hanya dalam hitungan kurang dari satu menit. Membenarkan dua fountain kolam ikannya, padahal dia udah bawa sampai ke tokonya nggak ada yang bisa membenarkan punyanya. Membenarkan pintu dan masang keramik yang rusak di dinding toiletnya dan beberapa kerjaan kecil lainnya. Dia juga mengeluh suka ada percikan api dari belakang freezernya karena kabel yang asal sambung. Saya tau betul hasil kerja Rony sangat bagus dan rapi. Nggak fair dong membandingkan dengan orang lain yang jelas-jelas dia tau kualitas kerjanya kayak apa.

Saya memang nggak ada perjanjian soal  bayar membayar, karena memang tidak bisa dibayar dengan uang apa saja yang sudah saya dapat selama seharian itu. Apalagi anak-anak saya begitu senang menghabiskan sisa hari kedua terakhir liburan sekolahnya. Saya nggak hitung-hitungan, saya lebih mengutamakan sosial daripada diri sendiri, tau-tau ditegur telak kayak gitu ya. Shock dan nggak nyangka sama sekali!

Sewaktu membenahi lemari bajunya, karena Ronny beres membuat kapstok untuk lemarinya, ada banyak kaos-kaos baru, saya hanya iseng nyeletuk, "banyak sekali tshirtnya, bagi satu dong," Lalu saya dikasih satu kaos bekasnya, terus sampe di rumah saya cuci pake javel dan putih seperti baru. Lalu saya cerita membagi kebahagiaan, kalo Tshirt bekas yang dikasihnya itu saya saya cuci ulang jadi seperti baru ckckckck.. apa salahnya mengiyakan betapa dia juga senang mendengar apa yang saya lakukan dan saya bisa memakainya, ini malah menegaskan kalo itu barang baru hanya dipake sekali tapi karena sudah lama sekali jadi kusam warnanya...

Udah gitu anaknya bohong, katanya dia ngedenger Rony ngeluh "kurang cukup" (sesudah nerima amplop darinya), katanya ngomong seperti orang kumur-kumur yang artinya "kurang cukup" sampe tiga kali. Ya oloh, padahal Ronny ngeluh soal punggungnya yang sakit udah seminggu itu sakitnya, hanya ngomongnya pake logat Oostende... terus kok bisa anaknya menangkap arti kurang cukup?? Kan ini gak bener? Complain...! Tentu saja saya complain, tapi dia udah langsung nutup masalahnya, dengan akhir kalimat : "maaf kalo salah ngomong!" Enak sekali!...

Tuluslah seperti anak-anak...
Saya makin mengaminkan apa kata firman Tuhan di Mikha 7:4,5, jangan mengharapkan sesuatu pada manusia! Tidak pada sahabat, tidak pada saudara, bahkan kepada keluarga sekandung sekalipun. 

Yang terbaik sekalipun di antara mereka sama seperti semak duri; dan yang paling jujur pun masih lebih bengkok daripada pagar duri. Tetapi hari penghakimanmu akan segera tiba; saat penghukumanmu sudah dekat. Kekacauan, kehancuran, dan ketakutan akan menimpa kamu. Jangan mempercayai seorang pun, sahabat karibmu juga jangan -- bahkan istrimu sendiri pun jangan! (Mikha 7 : 4-5)

No comments: