Teringat perkataan Uncle Willy sewaktu aku bolak-balik mengurus mertuaku yang koma di rumah sakit. Aku berpapasan dengan adik sang mertua di halaman gedung parkir rumah sakit. Saat bercerita tentang kesehatan mertuaku, dengan berkata penuh kebencian dan sakit hati terhadap kakaknya yang adalah mertuaku; "Biarkan dia mati kedinginan dan sendirian disana. Tidak ada satupun yang mengunjungin dia....!"
Aku tau ini konflik di keluarga mertuaku ini. Menyakitkan, miris dan sekaligus menyedihkan. Dan benar sekali ucapan sang adik, mertuaku pergi sendirian, tidak ada yang menemani dia. Tidak juga adiknya, tidak juga anak-anak dan cucu-cucunya... hiks... Tak terasa air mata mengalir dari sudut mataku. Sumpah sang adik seolah menjadi nyata.
Kesedihanku bukan karena dia pergi secepat ini, tapi disaat dia pergi, disaat dia membenci aku dan anakku. Baginya anak kecil ini sebuah bencana. Membuat rumah berantakan. Ribut karena sang anak aktif, lari kesana kemari mengelilingi setiap sudut rumah sang nenek. Dan aku sebagai menantunya dimata dia sudah tidak seperti dulu lagi ketika pertama kali berjumpa dengan dia. Menurut dia, aku terlalu tidak perduli akan keadaannya. Tipikal wanita tua, penuh curiga dan prasangka, padahal ngurus anak tanpa pembantu ini terasa berat bagiku. Menyita banyak waktu dan kadang membuat stress. Belum juga usai pekerjaan rutin di rumah, dan masalah lainnya yang harus dikerjakan.
Aku jadi ingin melihat jenazah mertuaku. Untuk terakhir kalinya aku rindu melihat wajahnya. Rindu semua persitiwa yang pernah aku lalui bersama dia, sewaktu aku masih sebatang kara di negara asing. Suami dan anak juga sudah siap untuk berangkat menuju Rumah Sakit dimana mertuaku dirawat dahulu. Ternyata jenazah sudah dipindahkan ke rumah duka. Hanya sore hari boleh dikunjungi, itupun hanya satu jam waktu yang diberikan dari pengelola rumah duka itu.
Sorenya aku kembali ke rumah duka itu. Oleh sang penjaga langsung diantar menuju ruangan dimana mertuaku terbaring. Begitu pintu ditutup. Air mata kembali mengalir deras.
"Ya Tuhan, dia sendirian.. tidak satupun ada yang datang... hanya kita???" pecah juga nangisku di ruangan itu. Anakku kebingungan melihat aku menangis.
"Tidak ada sakit lagi kan ma?? Ini yang terbaik..." begitu suamiku memandang wajah ibunya yang sudah memucat dan sangat putih.
"Ma, akhirnya kita ketemu lagi..." aku tidak sanggup meneruskan kalimatku. Benar-benar mimpi.
Anakku dan aku memperhatikan wajahnya, siapa tau dia tiba-tiba bangun dan berkata; "Kenapa baru datang...."
Ternyata tetap diam. Senyap... Aku menebarkan pandangan ke semua sudut ruangan itu.
Ruangan kecil tempat mertuaku terbaring ini sebesar ruang doa. Hanya 2 x 3 meter saja. Wallpaper berwarna perak abu-abu menjadi dasar warna ruangan itu. Sewarna dengan gorden yang juga berwarna perak abu-abu. Di kiri kanan tempat pembaringan mertuaku ada meja kecil untuk bunga. Mertuaku didandani dengan baju brokat putih. Ditutup dengan selimut dari bahan brokat putih juga. Di dekat kakinya ada meja kecil untuk wadah air parfum yang terbuat dari Alumunium. Biasanya yang menjengkuk memercikan air itu ke atas tubuh mertuaku.
Mertuaku tidur dengan tenang. Ada titik darah di ujung hidungnya. Tangannya seolah berdoa dengan rosario putih mutiara kesayangan dia. Anakku menggenggam erat tanganku. Bahkan sangat erat, terasa sakit di ujung jariku. Sambil dia bertanya, "Mama kenapa nenek diam saja. Bangunin, bilang Abram bawa lampu kecil."
"Nenek tidur... sama seperti kakas waktu itu..." aku menjelaskan sesederhana mungkin supaya dia mengerti. Mengingatkan dia sewaktu dia menangis sedih saat burung pipit kecilnya mati.
Setelah cukup puas memandangin wajah mertuaku, lalu aku, suami dan anakku pulang. Sebelum pulang, suamiku bercakap-cakap dengan penjaga rumah duka itu tentang surat yang dibutuhkan oleh suamiku untuk di bawa ketempat kerja, biasanya setiap kantor wajib memberikan cuti selama 4 hari. Minggu depan acara tutup peti dan kremasi dilaksanakan.
Aku ingat perkataan mertuaku yang sangat ingin dikremasi, jika dia pergi, "Supaya tidak merepotkan siapa-siapa. Kalau di kubur di tanah repot, harus ada yang ngatur tamannya, ini itu. Biarlah saya dibakar dan abunya pergi terbawa angin...."
****
Hari yang ditunggu akhirnya tiba juga, yaitu proses kremasi jenazah mertuaku. Dua hari sebelumnya aku sibuk kesana kemari mencari blazer hitam buat prosesi di gereja nanti. Maklumlah selama di sini aku tidak pernah memakai baju resmi seperti di negaraku dulu. Akhirnya aku beli blazer hitam dengan celana panjangnya di mall yang baru saja selasai dibangun di tengah pusat perbelanjaan kota tempat aku tinggal.
Pagi-pagi sekali, aku sudah bangun. Rasa tegang dan kuatir bercampuk aduk di dada ini. Tak bisa dibayangkan seperti apa nanti suasananya saat berjumpa lagi dengan keluarga besar suamiku. Terakhir aku bertemu dengan mereka sekitar dua tahun yang lalu, itupun karena mertuaku menelpon aku untuk datang ke rumahnya di hari pentingnya, yaitu hari ibu. Saat itu juga terakhir bertemu dengan adik ipar perempuanku.
Suamiku sudah siap dari tadi. Aku sibuk merapikan dapur setelah beres membuat kopi dan sarapan kecil buat ganjal perut selama prosesi nanti. Yang penting anakku tidak rewel. Acara orang dewasa seperti ini, biasanya membuat anak kecil cepat sekali merasa bosan dan membuat dia bertingkah menyebalkan.
"Ma, kita cepet-cepet ke oma yuk..." ajak anakku menarik ujung jaketku. Dia paling semangat kalau hendak bepergian. Apalagi ke rumah omanya, padahal sang oma sudah tidak perduli lagi padanya.
"Iya sebentar lagi. Tinggal bikin susu untuk kamu di perjalanan." jawabku sambil memasukan botol susu ke microwave untuk menghangatkan. Lalu aku memasukannya ke dalam tasku.
"Kita pergi sekarang, aduh telat ini," ujarku panik. Akhirnya kami berangkat ke gereja dimana tempat kami mendapat pemberkatan nikah dulu.
Sampai di halaman luar gereja, aku melihat kerumuman kecil di dekat gerbang pintu masuk gereja. Semua mata tertuju ke arah mobil kami. Mobil jeep Lada yang super brisik. Malu, tegang, bingung semuanya campur aduk. Perasaanku juga sudah tidak karuan. Pikiranku penuh dengan seribu dugaan yang aneh-aneh. Aku sudah tidak sanggup melihat mereka semua.
"Hallo..." kupaksakan bibirku untuk menyapa dan tersenyum pada mereka semua. Aku menyapa iparku yang perempuan, mencium pipinya, lalu ke suaminya dan kedua anaknya. Lalu ke istri adik iparku yang laki-laki dan anak perempuannya. Terasa sangat tegang sekali. Aku ingin sekali prosesinya cepat berakhir. Tapi bagaimana, mulai saja belom... Aku mengajak anakku ke dalam gereja, berjalan-jalan di taman gereja, supaya situasi yang tidak menyenangkan cepat berakhir.
Terlihat adik iparku yang berseteru dengan suamiku, dia tersenyum sedih sana sini seolah menunjukan dialah yang paling sedih atas kepergian ibunya. Supaya semua orang tahu, dialah yang paling penting dari acara prosesi ini. Dia menyambut tamu-tamu yang datang, dengan raut muka yang mengundang iba...
Kasian suamiku, semua seolah menghujat dia dari padangan mata mereka. Ya apa boleh buat, memang kami memutuskan untuk tidak mengunjungi mertuaku karena mertuaku sejak masuk rumah sakit yang terakhir kalinya, dia terlihat sangat berubah. Dia tidak mau berjumpa dengan anakku. Malah dia selalu marah-marah. Hal ini membuat kondisi kesehatannya makin menurun. Jadi lebih baik dia tidak bertemu dengan anakku. Dulu sewaktu anakku masih kecil, mertuaku sangat sayang padanya. Entah mengapa dia berubah seperti itu.
Akhirnya tiba juga mobil jenazah dari rumah duka. Kami para anak dan mantu berjalan di belakang peti jenazah yang diangkut oleh 4 orang dari rumah duka itu menuju altar gereja, untuk mengadakan kebaktian.
Aku gak ngerti apa kata sang pastur. Tapi kesedihan tetap membalut hati dan perasaanku. Betapa dekatnya aku dengan mertuaku. Serasa mimpĂ® dia terbujur kaku disini. Di kebaktian terakhir penutupan jenazah. Aku sedih, sampai tak terasa air mata ngealir di ujung pelupuk mataku. Aku bertahan untuk tidak terisak. Karena aku mendadak ingat akan almahum papa yang pergi meninggalkanku tanpa aku berada disininya...
"mama kenapa mama nangis," tanya anakku berbisik.
"Ssttt... soalnya oma tidur selama-lamanya. Seperti burung pipit kamu itu," jawabku sambil jari telunjukku di bibir supaya dia tidak bertanya banyak hal.
"Oh yah.. oma dood..." sambil cengar cengir anakku merebahkan kepalanya dipangkuanku.
Rasanya waktu berputar lebih lambat. Tiap detik terasa lebih lama. Situasinya makin tidak nyaman. Karena aku tau ada kericuhan kecil tadi sebelom prosesi di mulai. Penutupan peti akhrnya tiba, kami para anak dan mantu berbaris memercik air suci ke tubuh mertuaku. Terakhir kalinya kulihat lagi wajah pucat pasi mertuaku. Setelah itu kami berdiri di pintu gereja, untuk menyapa para pengunjung dan mengucapkan terima kasih karena telah sudi meluangkan waktunya mengikuti kebaktian tutup jenazah.
Kami semua bubar, tapi kami diundang kakak iparku ke cafe sekedar minum kopi dan berbincang sedikit. Sedangkan kedua adik iparku, pergi meninggalkan kami tanpa sepatah kata apapun. Setelah itu kami pulang, karena anakku mulai rewel. Dia telah lapar dan letih. Akupun demikian. Suamiku pun terlihat sangat letih dan di matanya terbersit kemuraman. Arrggg! Selalu begitu jika telah berkumpul dengan keluarga. Tidak ada binar kebahagiaan di sana.
"Ya ini terakhir... yg penting mama sudah tenang di sana," kataku menunjuk ke arah bentangan langit biru. Suamiku hanya mengiyakan saja. Udara saat itu begitu indah, panasnya matahari terasa semakin panas... Suasana yang indah untuk kepergian mertuaku. Tidak mendung dan juga tidak hujan seperti biasanya musim bunga di kota ini.
Oostende, 26 April 2007
posted in : Forum Cerpen & CerbungPagi-pagi sekali, aku sudah bangun. Rasa tegang dan kuatir bercampuk aduk di dada ini. Tak bisa dibayangkan seperti apa nanti suasananya saat berjumpa lagi dengan keluarga besar suamiku. Terakhir aku bertemu dengan mereka sekitar dua tahun yang lalu, itupun karena mertuaku menelpon aku untuk datang ke rumahnya di hari pentingnya, yaitu hari ibu. Saat itu juga terakhir bertemu dengan adik ipar perempuanku.
Suamiku sudah siap dari tadi. Aku sibuk merapikan dapur setelah beres membuat kopi dan sarapan kecil buat ganjal perut selama prosesi nanti. Yang penting anakku tidak rewel. Acara orang dewasa seperti ini, biasanya membuat anak kecil cepat sekali merasa bosan dan membuat dia bertingkah menyebalkan.
"Ma, kita cepet-cepet ke oma yuk..." ajak anakku menarik ujung jaketku. Dia paling semangat kalau hendak bepergian. Apalagi ke rumah omanya, padahal sang oma sudah tidak perduli lagi padanya.
"Iya sebentar lagi. Tinggal bikin susu untuk kamu di perjalanan." jawabku sambil memasukan botol susu ke microwave untuk menghangatkan. Lalu aku memasukannya ke dalam tasku.
"Kita pergi sekarang, aduh telat ini," ujarku panik. Akhirnya kami berangkat ke gereja dimana tempat kami mendapat pemberkatan nikah dulu.
Sampai di halaman luar gereja, aku melihat kerumuman kecil di dekat gerbang pintu masuk gereja. Semua mata tertuju ke arah mobil kami. Mobil jeep Lada yang super brisik. Malu, tegang, bingung semuanya campur aduk. Perasaanku juga sudah tidak karuan. Pikiranku penuh dengan seribu dugaan yang aneh-aneh. Aku sudah tidak sanggup melihat mereka semua.
"Hallo..." kupaksakan bibirku untuk menyapa dan tersenyum pada mereka semua. Aku menyapa iparku yang perempuan, mencium pipinya, lalu ke suaminya dan kedua anaknya. Lalu ke istri adik iparku yang laki-laki dan anak perempuannya. Terasa sangat tegang sekali. Aku ingin sekali prosesinya cepat berakhir. Tapi bagaimana, mulai saja belom... Aku mengajak anakku ke dalam gereja, berjalan-jalan di taman gereja, supaya situasi yang tidak menyenangkan cepat berakhir.
Terlihat adik iparku yang berseteru dengan suamiku, dia tersenyum sedih sana sini seolah menunjukan dialah yang paling sedih atas kepergian ibunya. Supaya semua orang tahu, dialah yang paling penting dari acara prosesi ini. Dia menyambut tamu-tamu yang datang, dengan raut muka yang mengundang iba...
Kasian suamiku, semua seolah menghujat dia dari padangan mata mereka. Ya apa boleh buat, memang kami memutuskan untuk tidak mengunjungi mertuaku karena mertuaku sejak masuk rumah sakit yang terakhir kalinya, dia terlihat sangat berubah. Dia tidak mau berjumpa dengan anakku. Malah dia selalu marah-marah. Hal ini membuat kondisi kesehatannya makin menurun. Jadi lebih baik dia tidak bertemu dengan anakku. Dulu sewaktu anakku masih kecil, mertuaku sangat sayang padanya. Entah mengapa dia berubah seperti itu.
Akhirnya tiba juga mobil jenazah dari rumah duka. Kami para anak dan mantu berjalan di belakang peti jenazah yang diangkut oleh 4 orang dari rumah duka itu menuju altar gereja, untuk mengadakan kebaktian.
Aku gak ngerti apa kata sang pastur. Tapi kesedihan tetap membalut hati dan perasaanku. Betapa dekatnya aku dengan mertuaku. Serasa mimpĂ® dia terbujur kaku disini. Di kebaktian terakhir penutupan jenazah. Aku sedih, sampai tak terasa air mata ngealir di ujung pelupuk mataku. Aku bertahan untuk tidak terisak. Karena aku mendadak ingat akan almahum papa yang pergi meninggalkanku tanpa aku berada disininya...
"mama kenapa mama nangis," tanya anakku berbisik.
"Ssttt... soalnya oma tidur selama-lamanya. Seperti burung pipit kamu itu," jawabku sambil jari telunjukku di bibir supaya dia tidak bertanya banyak hal.
"Oh yah.. oma dood..." sambil cengar cengir anakku merebahkan kepalanya dipangkuanku.
Rasanya waktu berputar lebih lambat. Tiap detik terasa lebih lama. Situasinya makin tidak nyaman. Karena aku tau ada kericuhan kecil tadi sebelom prosesi di mulai. Penutupan peti akhrnya tiba, kami para anak dan mantu berbaris memercik air suci ke tubuh mertuaku. Terakhir kalinya kulihat lagi wajah pucat pasi mertuaku. Setelah itu kami berdiri di pintu gereja, untuk menyapa para pengunjung dan mengucapkan terima kasih karena telah sudi meluangkan waktunya mengikuti kebaktian tutup jenazah.
Kami semua bubar, tapi kami diundang kakak iparku ke cafe sekedar minum kopi dan berbincang sedikit. Sedangkan kedua adik iparku, pergi meninggalkan kami tanpa sepatah kata apapun. Setelah itu kami pulang, karena anakku mulai rewel. Dia telah lapar dan letih. Akupun demikian. Suamiku pun terlihat sangat letih dan di matanya terbersit kemuraman. Arrggg! Selalu begitu jika telah berkumpul dengan keluarga. Tidak ada binar kebahagiaan di sana.
"Ya ini terakhir... yg penting mama sudah tenang di sana," kataku menunjuk ke arah bentangan langit biru. Suamiku hanya mengiyakan saja. Udara saat itu begitu indah, panasnya matahari terasa semakin panas... Suasana yang indah untuk kepergian mertuaku. Tidak mendung dan juga tidak hujan seperti biasanya musim bunga di kota ini.
Oostende, 26 April 2007
35 comments:
Kenang-kenangan cerita tentang mertua :D
udah ah jgn diinget2 lg Yol hugs, kan dulu uda ngerelain en maafin :)
:( yg wkt itu yah, ko br di tulis skrg siiih
gw blom ada crita terbaru nunggu kejadian ituw menimpa mreka ajah :o kejam mode on :D
abram masi suka tanyain omanya?
iya nih, ujuk² inget mertua, abis hari halloween 1Nov kemaren...
peluuukkkkkkk..
yang penting kirim doa terus.
iya liz ini yg dulu... kenang²an kan..
hiihhihi.. jahat lo doain mertua gone :p
thx u sun...
thx u sis , semoga dia tenang...
atuh gue ngerasa digentayangin di rumah, abisnya apa-apa pada ilang ngedadak, tau-tau ada lagi kalo gak dicari, padahal mah emang pelupa aja... :D
Cara dan bahasa penceritaannya membuatku tak melewatkan satu huruf pun... enak dan indah...
Masih menjadi kenangan mendalam agaknya...
thx u mbak.. kenalin saya ini mantan penulis huehuehuehue...
tulisan yg bagus Yol ...
:) yah gpp kalau ingetnya kadang2, wajar sih kdg2 inget yg uda pegi, tp inget yg bae2nya aja ;)
bagus benar cara nulisnya aku bahkan masih menikmatinya, eh tau2 dah habis :(
wah bakat jadi cerpenis nich Yol.... bacanya seru
thx kak...
iya inget pas pertama ketemuan itu... jjs ama belanja bareng...
thx u Deby
berarti bisa diterusin nulisnya ya *mikir*
thx kak... nti mikir mo cerita apa ya... hihihi...
loh enggak doain ko cuman ngarepin ajah :D
heuheuhueue... :))))
Tulisanmu bagus bgt Lisa...bikin aku ikut trenyuh..mudah2an diterima disisi Allah...kamu seorang ibu yang baik dan wanita yg baik..masih mau terus menghormati mertua...kebaikan akan selalu membalas kebusukan...itu prinsipku..jadi tetapkan niat baik dan hati yg bersih...good woman Lisa..
waahh Yola.. critanya menarik banget... bagus nich dibikin scenario sinetron ato film... trus nanti kira2 yang berperan jadi Yola, aktris siapa yaa ???...
:toktok: ngeledek hiihihih.... kan itu mah cerita soal mertua :p
thx Ran,...
kog ngeledek sich Yola.. beneran.. bagus jalan critanya... aku juga mau ikutan casting koq...hehehhee
maaf numpang baca.. permisi... *berlalusambilmenyekaairmata*
nice article... bermanfaat pula untuk diambil hikmahnya. tfs ya Yola
Hixsss....Sedih ma ceritanya..Kagum ma tulisannya.....
ehem ... cinta mertuaaaaaaa
ambilin tissue buat rini :D
thx u bro...
thx kak... hiks, itu nulis pas inget bokap sebenernya...
cinta mertua ?? hihihi... :D
sedih ya...semoga tenang disana...amien
Post a Comment